Ulubelu Badland 350: Rute Absurd Dataran Tinggi Tanggamus menuju Lampung Barat

Turunan tanjakan membelah lembah.

18 September menjadi waktu yang tepat bagi kami untuk melakukan perjalanan yang tak kami sangka akan menjadis seberat sekaligus segokil ini. Tidak ada momen apapun di tanggal tersebut selain Riki yang bisa mengambil cuti berkurirnya karena hanya pada hari Minggu dan Senin, jumlah antaran barangnya jauh lebih sedikit dibanding hari-hari lainnya.

Perlengkapan perjalanan disiapkan sematang dan selengkap mungkin. Rafif menjadi anggota baru dalam perjalalanan ter-absurd ini. Bukan tanpa alasan, Rafif sudah pernah melintasi rute ini dengan mobil offroad hingga motor trail, dan secara fisik, ia termasuk cukup intens aktif bersepeda pagi bersama kami bahkan sudah pernah bersepeda hingga 200 km memutari wilayah timur Lampung, meski penuh menyesal.

Rute, gradien, dan elevasi rute perjalanan Ulubelu menuju Lampung Barat. Gpx ada di sini.

Karena beberapa alasan dan atas restu Pak Pon, aku menggunakan sepeda United SL-7 dalam perjalanan ini demi membuat perjalanan kami lebih efektif dan efisien. 10 speed, double crank, dan dengan ban berukuran 27.5 menjadi komposisi yang lebih baik demi membelah dataran tinggi Ulubelu menembus Lampung Barat.

Menuju Pringsewu dikawal oleh teman-teman GMC.

Dikawal teman-teman GMC, kami pun memulai perjalanan menuju wilayah Tanggamus dan berpisah di Pringsewu. Dari sana, kami bertiga mulai berkayuh dengan kecepatan yang relatif nyaman, tak begitu lambat ataupun terburu-buru.

Warung Letter S

Setelah mengayuh 68 km jauhnya, akhirnya kami tiba di Simpang Pasar Tekad yang merupakan penanda bahwa kami akan memasuki wilayah Kecamatan Ulubelu yang dibuka dengan tanjakan sepanjang 30 km jauhnya, menurut google maps.

Disusul Rian yang baru saja tiba dari bersepeda ke Kotaagung. Bukan main.

Perlahan tapi santai, kami nikmati setiap kayuhan menanjak tersebut dengan cara masing-masing. Tak cukup waktu lama, Rafif sudah mulai mengeluarkan kata-kata sambatnya. Meskipun demikian, kami berdua Riki sudah cukup mengenal baik siapa Rafif, meski mulutnya begitu ekspresif, tetapi ia tetaplah seorang mahasiswa tingkat akhir yang selalu akan menuntaskan segala hal yang telah ia mulai. 

Hingga tulisan ini terpublis, Rafif tetap konsisten bersepeda dan bermotor, dan telah menyelesaikan komprenya.

Tanjakan dari Simpang Tekad hingga ke perbatasan wilayah kecamatan Ulubelu merupakan salah satu tanjakan yang paling terkenal di antara pesepeda road bike atau jarak jauh. Tanjakan ini terbentang sepanjang 30 km jauhnya dengan bermacam kemiringan dan terkenal akan bentuk jalannya yang seperti huruf S. Sempat merasa menyesal juga kenapa mau melakukan perjalanan ini. Ingin cepat usai, tapi perjalanan baru saja dimulai.

Letter S belokan pertama.


Letter S belokan ketiga di Tanjakan Ulubelu.

Setelah beberapa jam menanjak, akhirnya penanda puncak tanjakan tersebut berhasil kami lewati dengan ditandai gapura kecamatan. 100 km pertama akhirnya terlewati di ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Sejuk.


Rehat sejenak setelah berhasil melewati tanjakan aduhai menuju wilayah Ulubelu.

Badland!

Kami kira kami sudah berhasil melewati rintangan tersulit yang ada, namun ternyata tanjakan tersebut hanyalah yang pertama dari banyak tanjakan yang akan menghiasi hari-hari kami saat itu. Satu persatu, tanjakan demi tanjakan kami lewati di hari yang begitu cerah. Hujan sempat turun selama perjalanan tersebut, namun beruntungnya telah reda di saat kami tiba di tempat itu dan melintas.

Selfie dululah.

Tak ingin menebak-nebak rintangan apalagi yang ada jauh di depan, menikmati perjalanan di depan mata adalah esensi dalam perjalanan bersepeda jarak jauh. Sesekali aku menyapa orang-orang yang melintas baik yang sedang berkendara maupun duduk-duduk di beranda rumah. Sudah pasti menjadi hal yang sangat asing bagi mereka melihat kami melintas dengan setelan bersepeda yang nampak agak serius. Berjersey ketat dan terpasang tas di sepedanya.

Pecel goceng, harap antre.

Satu persatu desa telah kami lewati dari jalan terbaik sampai jalan yang terburuk. Selain tanjakannya, kondisi jalan yang buruk menjadi tantangan mayor dalam perjalanan ini. Jalan tersebut tersusun dari batu-batu besar sehingga jalan tersebut persis seperti apa yang dikisahkan oleh Rafif beberapa hari sebelumnya, yaitu jalan sungai mati. Bentuk jalan seperti ini persis seperti rute Liwa-Suoh namun memang lebih panjang ini.

Riki Ugal yang sudah kami anggap menjadi salah satu pesepeda kelas elite di Lampung ternyata menjadi pesepeda paling lemah yang pernah ada saat menyusuri jalan bebatuan lintas Ulubelu ini. Beberapa kali kami berdua harus berhenti di tepi jalan untuk menunggu Riki yang sudah tak nampak jauh di belakang sana. Kewer!

Tak sampai 50 km jarak yang harus kami tempuh dari puncak tanjakan Gapura Ulubelu hingga ke perbatasan Lampung Barat, namun tentu bukanlah jarak yang dekat, apalagi harus melewati banyak tanjakan panjang dan curam serta kondisi jalan yang rusak.

...

Seiring waktu. Santai tapi pasti, satu persatu tanjakan bengis dan jalanan rusak telah berhasil kami lalu dengan sisa-sisa energi yang kami miliki. Sudah jelas ini menjadi perjalanan touring kami yang paling sulit. Pada akhirnya, setelah bersusah payah mengayuh, kami pun tiba di puncak tertinggi rute Ulubelu: Tanjakan Cuaca, 1100 mdpl.

Menjelang petang, kami harus menghadapi turunan bukit tersebut yang miringnya bukan main. Sekilas Riki dan Rafif sudah melaju lebih dulu sedangkan aku memilih untuk pelan dan berhenti sesaat karena kemiringan turunan yang memang cukup berbahaya jika bermasalah pada pengereman. Konon, tanjakan tersebut telah banyak memakan korban akibat kemiringan jalannya.

Malamnya kami menginap di rumah salah satu kenalan Rafif di komunitas motor trail yang dia ikuti. Namanya Pak Muh. Tebakanku, mungkin baru ini dia melihat ada orang yang bersepeda jauh sekali dari Bandar Lampung melewati berbagai macam bentuk jalan dan tanjakan dalam sehari. Seharian kami bersepeda hari itu, hanya 150 km jarak yang tertempuh.

Puncak Sumberjaya, Lampung Barat.
 
Keesokan paginya kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Bandar Lampung. Dari bentuk rute, hanya ada 2 tanjakan besar yang akan kami hadapi di wilayah Lampung Barat lalu sisanya hanya jalan datar sampai ke Bandar Lampung.


Demi dokumentasi yang lebih baik dan akurat.


Geguduh dari seorang teman yang melihat kami melintas ke Bandar Lampung.

Bapak Sutris warga Ulu Belu yang menemui kami saat isoma.


Tanjakan, tanjakan, dan tanjakan.

Danau Hijau di dekat Geotermal Ulubelu Site.



Rehat.

Berkilo-kilometer menghadapi jalan bebatuan seperti ini.

Tadi kami lewat jalan yang seperti ular itu, kawan.


Tanjakan tembok.



Penanda turunan Tanjakan Cuaca batas wilayah Lampung Barat dan Tanggamus.

Sembayang.

Situasi bermalam kami waktu itu. Terima kasih, Bapak Muh.

Fajar Bulan, Lampung Barat

Kebun kopi.

Rumah Pak Moh tempat kami bermalam di Air Hitam, Lampung Barat.



Masjid Sumber

Lowbat di sisa kilometer menuju Rumah.


Comments

You can also read this