Menjadi Sekura di Pesta Sekura

Hari Rabu lalu, 6 Syawal 1439 H, aku ikut berdandan menjadi sekura di Pesta Sekura yang digelar di pekon Canggu, Batu Brak, Lampung Barat. Ini adalah kali keduaku menjadi Sekura setelah sekian lama tak menjadi Sekura.
 
Ku pikir 5 helai kain panjang, beberapa peniti dan sebuah kecamata sudah cukup untuk bisa bertopeng ria. Malam sebelumnya, aku meminta adikku, yang pernah ikut berpartisipasi memecahkan rekor MURI Pemakai Sekura Terbanyak tahun lalu, untuk mengajariku bagaimana cara melipat dan memasang kain-kain tersebut dan ternyata tidak sulit.
  
Aku menjadi sekura kecah.
 
Sekuraan atau lebih dikenal Pesta Sekura adalah sebuah teater luar ruang dimana orang-orang, dari yang kecil sampai yang dewasa, menutup wajah mereka dengan topeng. Tak hanya menutup wajah, Sekura juga harus memalsukan suaranya supaya tak ada yang mengenali mereka.

Dalam bahasa Lampung, sekura berarti topeng. Sekura lahir sebagai bagian dari sejarah bagaimana Islam datang ke tanah Lampung pada masa lampau. Sekura muncul dalam perang bersaudara pada masa kerajaan Sekala Brak masih berkeyakinan animisme dinamisme. Di dalam perang tersebut, mereka, yang telah memeluk Islam, menutup diri mereka demikian rupa sehingga tak dikenali oleh lawannya yang juga adalah saudara mereka sendiri.
   
Kain-kain panjang dan kacamata, perlengkapan sekuraku.

Ades dan kawan-kawan.
 
Keliling pesta dan berbaur.
 
Pesta Sekura hanya bisa ditemukan di pekon-pekon (kampung) dan digelar dari 1 hingga 6 Syawal secara bergiliran. Pesta ini merefleksikan hari kemenangan setelah sebulan lamanya berpuasa Ramadan. Mereka berbaur dan bersilaturahmi dengan siapa saja yang datang ke pesta bahkan menjadi ajang berkenalan, untuk mencari jodoh.
 
Sekura Kamak selinggoman piyu (Sekura kamak bersarung).
 
Sekura kamak 1.
 
Sekura kamak 2.
 
Sekura kamak 3.
 
Secara umum, ada 2 jenis sekura yaitu Sekura Betik/Kecah (bersih) dan Sekura Kamak (kotor). Sekura Betik berpenampilan seperti seorang jawara. Ia menutupi tubuhnya dengan kain gendongan khas Lampung Barat (Selindang Miwang), mengenakan kacamata gelap, dan membawa sebuah senjata tajam seperti parang atau pun pedang atau sekedar cermin untuk berkaca.
Menonton dari pelataran rumah.
 
Macet.
  
Sedangkan Sekura Kamak, sesuai namanya, ia berpenampilan kotor, memakai topeng kayu, dan tubuhnya ditutupi dengan benda-benda bekas atau yang berasal dari tanaman dan lebih heboh dibandingkan Sekura Betik. Ada yang membawa alat musik hadra (rebanaan), berjualan sayur hingga bambu buntet (bambu tak berlubang),  atau membawa tanaman-tanaman yang mereka temukan di perjalanan menuju pesta.
 
Sekura kamak membawa tanaman ke pesta.
 
Joget di atas mobil.
 
Menjadi Sekura merupakan hal yang sangat menyenangkan, karena menjadi Sekura berarti memainkan sebuah lakon. Seperti menjadi Sekura Betik berarti ia berlakon seperti seorang pendekar, sementara Sekura Kamak tampil lebih pecicilan ke sana kemari bernyanyi ataupun bermusik, ada juga Sekura yang berpenampilan seperti wanita, dan sebagainya.
 
"Peace"
Siapa saja boleh ikut serta dalam acara tersebut, sepintas orang-orang berjualan bak pasar dan banyak batang pinang berhadiah berdiri tegak di tepi jalan. Di akhir acara, pinang-pinang tersebut akan dipanjat seperti di hari kemerdekaan oleh Sekura Kamak sebagai penanda berakhirnya pesta.
 
Sekura betik.
 
Yeah!
 
Selama berkeliling pesta untuk memotret sekura, beberapa kali orang menghampiriku untuk berfoto bersama. Kami sama-sama tak kenal satu sama lain. Setelah berfoto, aku berkenalan dan meminta akun instagram mereka. Siapa tau foto yang mereka unggah di instagram bisa kupasang di artikel ini. 😀
 
Aku dan sekura betik lainnya.
 
Tak ada yang mengenali diriku, kecuali teman-teman komunitas Liwart karena aku mengenakan kaos komunitas. Aku pun bebas melakukan hal-hal yang tak biasa ku lakukan, berbaur dengan kelompok sekura lainnya, fist bump ala Baymax ke semua anak kecil, bersalaman dengan para gadis yang ditemui, dan sebagainya. 😀
 
Sekian cerita tentang salah satu keunikan budaya yang ada di kampung halamanku saat hari raya Idul Fitri. Ketika banyak orang pergi ke pantai atau ke danau, mereka merayakan hari kemenangan dengan caranya sendiri. Memang hari raya Idul Fitri adalah hari raya umat Islam, tetapi hari Lebaran adalah hari semua orang.
 
Sampai jumpa di hari raya lebaran tahun depan. Kekalau Mekhawan. Tabik.
 
Foto bersama sekura.

Memoto aku dan teman-temannya.


A post shared by Refi Gustiarinni.An (@akurerek) on



English version of Sekura Article, click here

Comments

  1. Replies
    1. Hohoho, mantap do budaya kham ji, Do.

      Delete
    2. Tambahin plugin dong buat quickshare ke sosmed bang

      Delete
    3. Ada kok, Do, tombol Berbagi di bawah artikel. Terima kasih ya sudah mau berbagi. hoho

      Delete
  2. Sekilas baca judulnya saya pikir sakura bunga khas Jepang, lah ngapain coba ada di Lampung wkwkw. Kurang teliti baca, ternyata Sekura.

    Pelajaran yang bisa diambil berarti, cari teman ga boleh pilih2 dari bentukannya (?) tapi kenyamanan yang terjalin dibalik topeng dan kacamata itu wkwkw.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahahaha, aku juga dulu asing dengarnya, kok sakura, kan itu bunga. Ternyata sekura/sekuraan :D
      Betul sekali, kenalan aja dulu gimana nanti ya belakangan :D

      Delete
  3. Saya baru tau ada budaya macem gitu. Jadi makin nambah pengetahuan sih.

    Btw, salam kenal

    ReplyDelete

Post a Comment

Tell me anything on your thought. Thank you.

You can also read this