Bikecamping di Pantai Gigi Hiu Tanggamus

Pantai Gigi Hiu Tanggamus

Kurasa sampai kapanpun aku akan mencintai perjalanan, dan melakukan perjalanan dengan bersepeda adalah perjalanan terbaik yang pernah aku lakukan. Bersama teman atau sendiri sekalipun.

Berhubung sepeda Polygon Path milik Gaby saat itu masih ada di kosku hingga berminggu-minggu karena pemiliknya sibuk berlatih dan balapan di Tour of Kemala Banyuwangi, kupikir sayang sekali jika sepedanya hanya kugunakan untuk keliling kota saja. Segera kuatur rencana untuk bikecamping ke salah satu destinasi paling rock n roll di Lampung, yaitu Pantai Gigi Hiu, Kelumbayan, Kabupaten Tanggamus.

Ada 2 rute yang bisa dilalui untuk mencapai pantai eksotis ini, yaitu via Pasar Bawang dan Pasar Umbul Kluwih, Pesawaran. Berhubung aku sudah pernah ke sana dengan bermotor lewat Pasar Bawang pada 2017 lalu, aku pun memilih melewati Pasar Umbul Kluwih.

Bandar Lampung - Gigi Hiu via Umbul Kluwih, cek di sini.

Segala persiapan sudah kukumpulkan dan kukemas ke dalam tas-tas yang terpasang di sepeda, seperti hammock, flysheet, baju ganti, alat mandi, dan powerbank, obat masuk angin, serta beberapa episode serial di Netflix yang sudah diunduh agar bisa ditonton secara luring.

Dermaga Ketapang, Pesawaran.

Meski sebenarnya pantai ini sudah cukup terkenal dan populer sejak lama, Pantai Gigi Hiu terletak di lokasi yang masih terisolasi dari listrik dan sinyal seluler, jauh dari pemukiman yang terpisahkan oleh perbukitan besar, serta akses yang buruk menjadi alasan utama bahwa semua hal harus dipersiapkan matang-matang, apalagi ditempuh dengan bersepeda.

Akhir pekan tiba, perjalanan dimulai dengan menyusuri lintas pesisir dan perbukitan Teluk Ratai menuju Pasar Umbul Kluwih. 50 km pertama ditempuh dengan mudah karena kondisi jalan yang mulus hingga selanjutnya setelah melewati persimpangan Pasar Umbul Kluwih, rute dengan jalan yang buruk serta menanjak pun dimulai.

Sepeda yang berat, kondisi jalan menanjak yang rusak dan berdebu, serta matahari yang kian terik menjadi kombinasi terburuk yang benar-benar menguji kesabaran saat bersepeda, apalagi kemarau tahun ini sedang panas-panasnya. Bahkan, beberapa kali aku melintasi lahan atau hutan yang baru atau sedang terbakar.

Kilometer demi kilometer terlewati. Atas tekad yang sudah dibulatkan, tanjakan-tanjakan menuju Pekon Kelumbayan pun berhasil kulalui, meski selama di perjalanan beberapa kali “bablas” di persimpangan jalan yang dilalui karena terlalu percaya diri tidak akan tersesat.

Pantai Harapan, Kelumbayan.

Tiba di persimpangan Kelumbayan dan Teluk Paku, kuputuskan untuk singgah di salah satu warung yang kujumpai di sana untuk sekadar bertanya-tanya atau menikmati kudapan dan minuman yang dijual.

Kondisi jalan setelah Pekon Kelumbayan menuju Gigi Hiu.

Aku pun berpamitan untuk melanjutkan perjalanan. 10 km lagi menuju destinasi dengan melintasi satu gunung dengan kondisi jalan yang rusak sebagai "raja terakhir". Sepeda kukayuh perlahan hingga akhirnya menjumpai tanjakan bukit. Cukup berat karena kondisi jalan yang kian memburuk, bahkan jalan menuju puncak tanjakan belum tersentuh pembangunan.

Tentu bukan jadi masalah yang begitu berarti buatku untuk bersepeda melewati kondisi jalan berbatu seperti. Justru itu yang menjadi hal paling menyenangkan dalam perjalanan ini, apalagi didukung dengan sepeda yang kompatibel.

Sisi lain Pantai Batu Layar dilihat dari atas batu.

Tidak butuh waktu lama, aku berhasil melewati bukit yang tinggi tersebut dan akhirnya tiba di Pantai Gigi Hiu. Tentu sudah banyak yang berubah dari terakhir aku ke sana dan yang terbaik adalah aku tidak perlu mengangkat sepedaku sampai ke bagian pantai berbatunya karena sudah dibuatkan jalan oleh pengelola pantai.

Dari dalam penginapan milik pengelola di Pantai Gigi Hiu.

Untuk biaya masuk dan sewa lahan bermalam, aku dikenakan Rp75.000. Beruntung, melihat aku datang bersepeda, tiba-tiba beliau menawarkanku motornya untuk kupakai jika barangkali perlu untuk kembali ke desa membeli makanan atau minuman. Sebenarnya aku sudah punya persediaan sendiri untuk kunikmati, tetapi tentu aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Aku pun kembali ke desa untuk membeli makanan dan minuman untuk jaga-jaga jika tiba-tiba lapar di malam hari.


Usai kembali ke desa, bapak penjaga pantai pun berpamit pulang. Hanya tinggal aku sendiri di pantai itu yang sangat jauh dari perkampungan. Tidak ada listrik, tidak ada sinyal, tidak ada kebisingan. Kusiapkan hammock dan segala kebutuhan demi menciptakan tempat beristirahat yang paripurna. Kurayakan perjalanan itu untuk mengagumi gugusan batu-batu tegak raksasa yang membuat kenapa pantai itu menjadi lebih indah. Senja pun akhirnya kuamati dengan seksama dari salah satu batu besar dan mulai melamun hingga kian gelap.

Terbaik.

Elevasi Pantai Gigi Hiu - Bandar Lampung via Kiluan Negeri.





















Comments

You can also read this