Balapan Sepeda di Porprov Lampung 2022


10 dan 11 Desember lalu menjadi hari yang sangat sibuk bagiku untuk berpartisipasi mewakili Kota Bandar Lampung di Porprov Lampung 2022 dalam cabor Sepeda Sport sekaligus 2 nomor: Individual Time Trial (ITT) dan Individual Road Race (IRR).

Sepeda sport sendiri menjadi cabang olahraga baru yang diperlombakan di dalam Porprov Lampung. Rasanya cukup campur aduk karena jadi bermanuver ke balapan roadbike, padahal selama ini lebih doyan ke sepeda gunung atau blusukan. Namun, tak ingin menyianyiakan kesempatan yang ada, berkat dukungan teman-teman pesepeda di klub maupun tidak, aku memutuskan untuk mencoba bergabung di dalam event yang digelar 4 tahun sekali tersebut.
 
Lah, ngantuk.

Sesi individual time trial (ITT) menjadi nomor olahraga pertama yang diadakan di jalan lintas Labinta yang mungkin nampak terihat biasa saja seperti hari-hari lainnya. Sesuai namanya, sistem balapan ini hanya melepas satu persatu pesertanya untuk mencapai catatan waktu terbaiknya. 

Karena efek kompetisi yang terasa di lokasi, tak mungkin hanya jadi mengayuh dan finish begitu saja. Upaya sedemikian rupa kulakukan demi catatan waktu terbaik. Menekan pedal hingga mencapai 40 kpj sepanjang 30 km adalah suatu hal yang.. hahahaha, mana mampu. Napas yang menyusul satu persatu, detak jantung yang kian kebut, hingga rasa nyeri yang dihasilkan disekujur badan harus ditahan demi catatan waktu.

Sayang sekali, beberapa kali aku harus mengerem karena kendaraan-kendaraan yang melintas tak begitu peduli dengan kegiatan yang sedang kami lakukan, meski sudah ada marshall yang menjaga para peserta agar bisa leluasa memacu cepat sepedanya.


Di hari selanjutnya, individual road race menjadi sesi yang lebih brutal dibanding time trial, karena semua peserta akan dilepas balapan di rutenya yg sangat jauh melintasi jalan besar, dari PKOR Way Halim sampai ke Bakauheni. Brutal, kan?

93 km menjadi jarak yang harus kami tempuh sebagai peserta road race melintasi jalan utama Provinsi Lampung. Ketahanan dan kekuatan tubuh menjadi hal yang wajib dimiliki seluruh peserta road race, baik kategori Man Open (20 - 29 tahun), Junior (15 - 19 tahun), maupun Woman Open (15-29 tahun).

Tantangan pertama di road race setelah flying start melintasi Kota Bandar Lampung: Tanjakan Tarahan

Kulalui hari itu dengan sekuat tenaga agar sepeda bisa melaju di kecepatan terbaiknya, paling tidak, aku bisa membuntuti rombongan/peloton yang ada. Tanjakan Tarahan, Sidomulyo, Kota Kalianda, Gayam, hingga Desa Hatta hanya jadi panorama sekilas. Makan ini minum itu semuanya dari atas sepeda, silih berganti disediakan oleh official team maupun kawan-kawan GMC.

Tanjakan terakhir beberapa kilometer sebelum finish.

2 jam 46 menit berlalu dan akhirnya finish dengan kondisi hampir keram. Tentu dari awal belum memungkinkan untuk meraih podium melihat track record rekan sekaligus lawan di ajang ini lebih berpengalaman dalam race dibanding diriku.

Kuyakini bahwa ajang seperti ini adalah waktu dimana semua atlet memanen buah dari masa-masa latihannya dan mereka yang berhasil melampaui tantangan dan menang adalah mereka yang berhasil menahan sedemian lama penderitaan selama perlombaan berlangsung, mau itu balap sepeda ataupun cabor lainnya.

Sepeda tungganganku: Giant TCR 2013 dengan wheelset pinjaman Ko AW.

Pada akhirnya, pria non-kompetitif ini ikut-ikutan berkompetisi di ajang balap karena pengaruh positif dari lingkungan dan sosialnya. Menang dan kalah kan biasa aja, toh semua pesertanya kawan-kawan sendiri. Tapi di atas semua itu, menang melawan diri sendiri itu adalah selalu yang terpenting.

Comments

You can also read this