Cerita Si Pesepeda yang Sedang Tak Bersepeda

Sudah sebulan aku berhenti dari rutinitas bersepedaku karena sepedaku dalam keadaan koma tak bisa dikayuh akibat rusak semenjak terakhir digunakan oleh adikku. Mau tak mau, waktu senggang di pagi hari yang biasa kumanfaatkan untuk bersepeda kuganti dengan berlari atau jika memungkinkan, pagi sekali aku pergi ke suatu tempat untuk hiking. Dari pada gak ke mana-mana.

Talang Kelik. Destinasi pendakianku.

Tak sampai satu jam dari pusat kota Bandar Lampung, aku sudah bisa meninggalkan motorku di lahan parkir yang telah disediakan dan pergi berjalan kaki mengikuti jalan yang tadinya adalah rute menuju Teropong Bintang yang pernah digadang-gadang menjadi salah satu landmark observasi terbaik di Sumatra, sayang tidak seribu sayang akhirnya tak dilanjutkan karena kepemimpinan yang telah berganti. Biasalah.

Bersama teman yang agak sulit untuk diajak keluar karena bucin.

Anjing peliharaan salah satu warga di Talang Kelik

Rasa sebuah makanan dan minuman bisa berubah tergantung di mana dan dengan siapa kita menikmatinya.

Kurang lebih 2 jam perjalanan melewati beberapa bukit dan kebun kopi milik warga, tujuan utama pendakian pun bisa dicapai yakni menuju Warung Pak Gito di Talang Kelik. Perlahan tapi pasti, banyak hal yang bisa dilihat selama perjalanan terutama pemandangan alamnya. Belakangan aku sering berkunjung ke rumah Pak Gito sendirian, hanya untuk menikmati perjalanan menuju ke sana dan menikmati sajian bandrek gula merah yang bisa dipesan di rumah beliau.

Para penghobi crosstrail yang biasa melintas di akhir pekan.

Kopi dan Kawan Lari

Melewati lembah

Pada akhir pekan, rute pendakian ini sering dilewati oleh para pendaki lainnya yang biasa lari keliling kota dan juga sekumpulan komunitas motor crosstrail. Kata mereka, selain Talang Kelik dengan pemandangan kota dan laut, masih ada beberapa destinasi pilihan yang bisa dikunjungi di jalur tersebut seperti Air Terjun Way Rabun dan Batu Tegak. Sebenarnya aku cukup penasaran dengan 2 tempat tersebut, namun sampai sekarang masih belum ada kesempatan. 

Kakao. Boleh dipetik dan dimakan, yang penting bijinya ditinggal.

Inilah salah satu kegiatan yang kulakukan sembari menanti-nanti ada kesempatan untuk bisa membangkitkan sepedaku dari koma dan menjaga jiwa dan pikiran untuk tetap sehat. Tak perlulah kuberitahu di mana tepatnya letak jalur hiking ini biar tetap tak banyak orang yang melintas di sini, apalagi mereka-mereka yang hanya ingin melakukan kesenangan tetapi tidak peduli dengan kebersihan sekitarnya. 

Rico Milano dan Farli yang nekat membawa sepeda ke Talang Kelik.

Panenan kopi warga Talang Kelik.

Talang Kelik

Turunan terakhir sebelum sampai spot pertama pendakian, Talang Kelik.

Kalau malam sempat hujan, biasanya pagi masih sempat berkabut seperti ini.

Talang Kelik menjelang hari kemerdekaan. Biasa saja, yang berbeda hanya ada bendera.

Hidangan lokal yang bisa dibeli dan dinikmati ketika tiba di Warung Pak Gito di Talang Kelik.

Hujan di bulan Agustus.


Comments

You can also read this